Kota Tegal
memasuki usia ke-433 tahun pada 12 April 2013, itu artinya Kota Tegal diklaim
secara formal terbentuk pada 12 April 1580. Jika hitungan ini benar, bias jadi
Kota Tegal masuk dalam daftar 5 kota tertua, menggusur Kota Medan seperti
terlansir dalam laman www.belantara indonesia.org (Palembang: 683 M, Magelang:
907 M, Jakarta: 1527 M, Semarang: 1547 M, Medan: 1590 M). Dan seandainya ini dirasa
bukanlah hal yang penting, setidaknya dengan usia sepanjang itu, tentu Kota
Tegal memiliki sejarah yang teramat panjang dan kompleks.
Menilik catatan
sejarah, Tegal berawal dari kata tetegual yang berarti tanah ladang (tegalan).
Tanah ladang yang subur ini berada di tepian Sungai Gung dan ditemukan serta
disematkan sebutannya sebagai Tegal oleh Ki Gede Sebayu yang merupakan saudara
Raden Benowo, Raja Pajang yang ketiga (1586- 1587). Berdasar keterangan ini
sungguh pantas apabila Tegal dianggap memiliki potensi agraris sejak dahulu
kala.
Catatan lain
menyebutkan bahwa Tegal bersama Cirebon menjadi lumbung bagi kerajaan Mataram
untuk menyerang benteng VOC di Batavia pada serangan mereka yang kedua. Tegal
merupakan daerah yang ditunjuk Sultan Agung sebagai tempat untuk membawa beras dengan
perahu yang diperlukan bagi persediaan pangan tentara Mataram. Posisi kota
Tegal yang strategis, sebagai titik transit pergantian moda transportasi dari
laut ke darat sebelum menuju ke Batavia di sebelah barat,makin menegaskan bahwa
secara historis geografis, kota ini sudah memiliki fungsi sebagai kota transit sejak
era Mataram.
Pada tahun 1677,
Amangkurat II menandatangani kontrak dengan VOC dimana daerah Jepara dan Tegal
merupakan suatu
tempat tersisa di sepanjang pantai utara Jawa yang belum dikuasai Pasukan
Trunojoyo. Pada tahun 1680 VOC mengangkat Amangkurat II sebagai penguasa di pesisir
Jawa, termasuk Tegal. Di Tegal VOC membangun benteng yang kuat dan membangun
pos perdagangan. Embrio penduduk Eropa yang mendiami Kota Tegal mulai muncul saat
itu dengan dibangunnya benteng bagi pemukiman masyarakat Eropa di utara
(kasawan pantura). Keuntungan tinggal di benteng adalah keamanan terjamin dan
secara militer kekuatan VOC tidak pernah terpotong dari laut. Aspek ini
menyiratkan bahwa Tegal secara teknis memiliki potensi pertahanan kuat di
bidang maritime sekaligus potensi perdagangan di jalur laut. Bukti ini makin
kuat dengan keberadaan BKR Laut di era kemerdekaan dan dilanjutkan penguatan
TKR Laut serta pembentukan Sekolah Angkatan Laut dan Pangkalan TNI AL.
Kini Kota Tegal
memilih mencitrakan dirinya sebagai Kota Bahari. Elemen geografis dan historis
memang sangat memungkinkan dirinya disebut sebagai kota Bahari. Di sisi artefak
dan sebagian fungsi kota memang masih jelas ditunjukkan kemaritiman itu. Namun
jika melihat realita kehidupan nelayan dan potensi pendapatan yang seharusnya bias
diraih dari laut, sungguh masih jauh panggang dari api. Keprihatinan juga
muncul dari dunia pendidikan kelautan, dimana bahwa sector kelautan tidak lagi
menarik perhatian bagi para penuntut ilmu (Nurjanah, Dekan Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan UPS Tegal). Tentu ada banyak alasan yang mendasari pilihan
mereka sehingga tidak menempuh pendidikan yang memungkinkan mereka menjadi profesional
di bidang kelautan yang nyatanyatanya adalah kawasan dimana mereka tinggal.
Akhirnya memang sungguh diperlukan usaha-usaha yang ekstra keras untuk
mewujudkan citra sebagai Kota Bahari.
Source : Warta Bahari
0 comments:
Post a Comment